Apa Itu Kepribadian ?
Setiap orang pastilah mempunyai
kepribadian yang berbeda-beda, tergantung individu itu sendiri bagaimana
membawa dirinya untuk mendapatkan kepribadian tersebut. Kata kepribadian
berasal dari kata latin ‘persona’. Kepribadian adalah suatu sistem diri dalam
diri individu, sebagai wujud dari pengorganisasian dalam dirinya, yang mana
sistem tersebut bersifat dinamis mengikuti keadaan mental seseorang, dan
bersifat unik atau khas.
Dalam perkembangannya, kepribadian
memerlukan adanya pengkajian, karena kepribadian merupakan bagian dari manusia,
dan manusia itu adalah obyek dari psikologi. Ada beberapa teori mengenai
kepribadian yaitu :
Teori kepribadian psikoanalisis
Freud membangun model kepribadian
yang saling berhubungan dan menimbulkan ketegangan satu sama lain. Konflik dasar
dari tiga sistem kepribadian tersebut menciptakan energi psikis individu.
Kepribadian menurut teori ini, dipengaruhi oleh tiga sistem yaitu id, ego, dan
super ego.
Teori
sifat
Kepribadian
meurut teori ini dapat mencerminkan sifat seseorang. Sifat disini dapat meliputi sifat kardinal, sifat sentral,
sifat skunder, viscerotonia, somatotonia, dan cerebretonia.
Teori behaviorisme
Kepribadian merupakan pengamatan
yang sistematis, dan mempunyai latar belakang genetis yang unik. Dan
kepribadian ini diperoleh melalui belajar. Belajar disini berarti bahwa
penyebab tingkah laku bukan dari dirinya sendiri melainkan dari kedudukan
seseorang di lingkungannya.
Teori psikologi kognitif
Kepribadian manusia merupakan suatu
kesatuan yang saling berkaitan antara yang satu dengan yang lainnya. Ini
berarti bahwa dalam kepribadian, antara aspek fisik dan aspek psikis tidak
dapat dipisahkan.
Dalam kaitannya dengan kepribadian,
manusia memiliki beberapa tipe kepribadian yaitu :
1. Melancholis
Orang-orang yang mempunyai tipe
kepribadian ini selalu bersikap murung atau muram, pesimistis dan selalu
menaruh rasa curiga.
Tipe ini
mempunyai beberapa kriteria yaitu : Filosofis dan puitis, serius dan tekun,
analitis, mendalam dan penuh pikiran, menghargai keindahan, peka terhadap
perasaan orang lain, idealis dan suka berkorban.
2. Sanguinis
Orang-orang
yang mempunyai tipe kepribadian ini selalu menunjukkan wajah yang berseri-seri,
periang atau selalu gembira, dan bersikap optimis.
Kriterian dalam
tipe ini yaitu mempunyaiKepribadian yang menarik, punya rasa humor yang tinggi,
suka menghidupkan suasana, emosional dan demonstratif, periang dan penuh
semangat, serta penug rasa ingin tahu.
3. Flagmatis
Tipe ini mempunyai pembawaan yang
tenang. Namun, wajahnya
selalu menampakkan pesimistis. Sifatnya malas dan
mempunyai pendirian yang tidak mudah berubah.
4. Koleris
Orang-orang dengan tipe kepribadian
ini bertubuh besar dan kuat, namun penaik darah dan sukar mengendalikan diri,
sifatnya garang dan agresif.
Faktor-Faktor
Penentu Kepribadian:
1. Faktor keturunan
Keturunan merujuk pada faktor
genetis seorang individu. Tinggi fisik, bentuk wajah, gender, temperamen,
komposisi otot dan refleks, tingkat energi dan irama biologi adalah
karakteristik yang pada umumnya dianggap, entah sepenuhnya atau secara
substansial, dipengaruhi oleh siapa orangtua dari individu tersebut, yaitu
komposisi biologi, psikologi, dan psikologis bawaan dari individu.
Terdapat tiga dasar penelitian yang
berbeda yang memberikan sejumlah kredibilitas terhadap argumen bahwa faktor
keturunan memiliki peran penting dalam menentukan kepribadian seseorang. Dasar
pertama berfokus pada penyokong gen dari perilaku dan temperamen anak-anak.
Dasar kedua berfokus pada anak-anak kembar yang dipisahkan sejak lahir. Dasar ketiga
meneliti konsistensi kepuasan kerja dari waktu ke waktu dan dalam berbagai
situasi.
Penelitian
terhadap anak-anak memberikan dukungan yang kuat terhadap pengaruh dari faktor
keturunan. Bukti menunjukkan bahwa sifat-sifat seperti perasaan malu, rasa
takut, dan agresif dapat dikaitkan dengan karakteristik genetis bawaan. Temuan
ini mengemukakan bahwa beberapa sifat kepribadian mungkin dihasilkan dari kode
genetis sama yang memperanguhi faktor-faktor seperti tinggi badan dan warna rambut.
2. Faktor
lingkungan
Faktor lain
yang memberi pengaruh cukup besar terhadap pembentukan karakter adalah
lingkungan di mana seseorang tumbuh dan dibesarkan. Norma dalam keluarga,
teman, kelompok sosial dan pengaruh-pengaruh lain yang seorang manusia dapat
alami. Sebagai contoh, budaya membentuk norma, sikap, dan nilai yang diwariskan
dari satu generasi ke generasi berikutnya dan menghasilkan konsistensi seiring
berjalannya waktu sehingga ideologi yang secara intens berakar di suatu kultur
mungkin hanya memiliki sedikit pengaruh pada kultur yang lain.
Misalnya,
orang-orang Amerika Utara memiliki semangat ketekunan, keberhasilan, kompetisi,
kebebasan, dan etika kerja protestan yang terus tertanam dalam diri mereka
melalui buku, sistem, sekolah , keluarga, dan teman. Sehingga orang-orang
tersebut cenderung ambisius dan agresif bila dibandingkan dengan individu yang
dibesarkan dalam budaya yang menekankan hidup bersama individu lain, kerja
sama, serta memprioritaskan keluarga daripada pekerjaan dan karier.
Sifat-sifat
kepribadian
Berbagai
penelitian awal mengenai struktur kepribadian berkisar di seputar upaya untuk
mengidentifikasikan dan menamai karakteristik permanen yang menjelaskan
perilaku individu seseorang. Karakteristik yang umumnya melekat dalam diri seorang
individu adalah malu, agresif, patuh, malas, ambisius, setia, dan takut.
Karakteristik-karakteristik tersebut jika ditunjukkan dalam berbagai situasi,
disebut sifat-sifat kepribadian. Sifat kepribadian menjadi suatu hal yang
mendapat perhatian cukup besar karena para peneliti telah lama meyakini bahwa
sifat-sifat kepribadian dapat membantu proses seleksi karyawan, menyesuaikan
bidang pekerjaan dengan individu, dan memandu keputusan pengembangan karier.
PENGERTIAN DAN KOMPONEN SIKAP
Pengertian
Sikap
Menurut G.W Alport dalam (Tri Rusmi
Widayatun, 1999 :218) sikap adalah kesiapan seseorang untuk bertindak. Seiring
dengan pendapat G.W. Alport di atas Tri Rusmi Widayatun memberikan pengertian
sikap adalah “keadaan mental dan syaraf dari kesiapan, yang diatur melalui
pengalaman yang memberikan pengaruh dinamik atau terarah terhadap respon
individu pada semua obyek dan situasi yang berkaitan dengannya.
Sikap
(Notoatmodjo, 2007) merupakan reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup
terhadap suatu stimulasi atau obyek. Sikap itu merupakan kesiapan atau
kesediaan untuk bertindak dan bukan merupakan pelaksana motif tertentu.Dapat diartikan
juga sikap adalah kecenderungan bertindak, berpikir, berpersepsi, dan merasa
dalam menghadapi objek, ide, situasi, atau nilai.Sikap bukanlah perilaku,
tetapi merupakan kecenderungan untuk berperilaku dengan cara tertentu terhadap
objek sikap. Sikap relatif lebih menetap atau jarang mengalami perubahan.
Komponen Sikap
Ada tiga
komponen yang secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh (total attitude)
yaitu :
a.
Kognitif (cognitive).
Berisi
kepercayaan seseorang mengenai apa yang berlaku atau apa yang benar bagi obyek
sikap. Sekali kepercayaan itu telah terbentuk maka ia akan menjadi dasar
seseorang mengenai apa yang dapat diharapkan dari obyek tertentu.
b.
Afektif (affective)
Menyangkut
masalah emosional subyektif seseorang terhadap suatu obyek sikap. Secara umum
komponen ini disamakan dengan perasaan yang dimiliki obyek tertentu.
c.
Konatif (conative)
Komponen konatif
atau komponen perilaku dalam struktur sikap menunjukkan bagaimana perilaku atau
kecenderungan berperilaku dengan yang ada dalam diri seseorang berkaitan dengan
obyek sikap yang dihadapi (Notoatmodjo ,1997).
FAKTOR YANG
MEMPENGARUHI PROSES PEMBENTUKAN SIKAP :
Adanya
akumulasi pengalaman dari tanggapan-tanggapan tipe yang sama.
Pengamatan
terhadap sikap lain yang berbeda.
Pengalaman
(baik / buruk) yang pernah di alami.
Hasil peniruan
terhadap sikap pihak lain secara sadar / tidak sadar.
Untuk mengubah
suatu sikap, kita harus ingat bagaimana sikap dengan pola-polanya
terbentuk.Sikap bukanlah diperoleh dari keturunan, tetapi dari pengalaman,
linkungan, orang lain, terutama dari pengalaman dramatis yang meninggalkan
kesan yang sangat mendalam.Dikarenakan sikap sebagian besar berkaitan dengan
emosi, kita lebih mudah mempengaruhinya dengan emosi pula, yaitu dengan
pendekatan yang ramah tamah, penuh pengertian (empathy) dan kesabaran.
Karakteristik
Sistem Sikap
Sikap ekstrem
(sulit berubah).
Multifleksitas
: mudah berubah secara kongruen,nanun sulit berubah secara inkongruen dan
sebaliknya.
Konsistensi
(sikap yang stabil).
Interconnectedness
: keterikatan suatu sikap dengan sikap lain dalam suatu kluster.
Konsonan :
sikap yang saling berderajat selaras akan lebih cenderung membentuk suatu
kluster.
PRASANGKA
Prasangka berarti membuat keputusan
sebelum mengetahui fakta yang relevan mengenai objek tersebut. Awalnya istilah
ini merujuk pada penilaian berdasar ras seseorang sebelum memiliki informasi
yang relevan yang bisa dijadikan dasar penilaian
tersebut. Selanjutnya prasangka juga diterapkan pada bidang lain selain ras.
Pengertiannya sekarang menjadi sikap yang tidak masuk akal yang tidak
terpengaruh oleh alasan rasional.
John E. Farley mengklasifikasikan
prasangka ke dalam tiga kategori.
Prasangka kognitif, merujuk pada apa
yang dianggap benar.
Prasangka afektif, merujuk pada apa
yang disukai dan tidak disukai.
Prasangka konatif, merujuk pada
bagaimana kecenderungan seseorang dalam bertindak.
Beberapa jenis diskriminasi terjadi
karena prasangka dan dalam kebanyakan masyarakat tidak disetujui.
Faktor-faktor Timbulnya Prasangka
Ada beberapa faktor yang menyebabkan
prasangka diantaranya yaitu,
1. Orang prasangka dalam rangka
mencari kambing hitam
2. Berprasangka karena ia sudah
dipersiapkan di dalam lingkungannya
3. Karena adanya perbedaan yang
menimbulkan perasaan superior,
Karena kesan yang menyakitkan,
Karena adanya anggapan yang sudah
menjadi pendapat umum.
Prasangka sosial: adalah sikap yang
negative yang diperlihatkan individu atau kelompok terhadap individu lain atau
kelompok lain.Prasangka itu sebenarnya adalah salah
sangka-Missinformation,Misscomunikation & Miss Intepretasi-.sedangkan usaha
untuk menghilangkan atau mengurangi prasangka tersebut dibedakan menjadi 2
macan,yaitu:Usaha Preventif yaitu usaha mencegah jangan sampai berprasangka dan
usaha curative yaitu usaha menyembuhkan terhadap orang yang
berprasangka.
PERSEPSI
Persepsi merupakan proses yang
terjadi di dalam diri individu yang dimulai dengan diterimanya rangsang, sampai
rangsang itu disadari dan dimengerti oleh individu sehingga individu dapat
mengenali dirinya sendiri dan keadaan di sekitarnya (Bimo Walgito).
Persepsi merupakan proses
pengorganisasian dan penginterpretasian terhadap stimulus oleh organisme atau
individu sehingga didapat sesuatu yang berarti dan merupakan aktivitas yang
terintegrasi dalam diri individu (Davidoff).
Persepsi ialah interpretasi tentang
apa yang diinderakan atau dirasakan individu (Bower).
Persepsi merupakan suatu proses
pengenalan maupun proses pemberian arti terhadap lingkungan oleh individu
(Gibson).
Persepsi juga mencakup konteks
kehidupan sosial, sehingga dikenallah persepsi sosial. Persepsi social
merupakan suatu proses yang terjadi dalam diri seseorang yang bertujuan untuk
mengetahui, menginterpretasi, dan mengevaluasi orang lain yang dipersepsi, baik
mengenai sifatnya, kualitasnya, ataupun keadaan lain yang ada dalam diri orang
yang dipersepsi sehingga terbentuk gambaran mengenai orang lain sebagai objek
persepsi tersebut (Lindzey & Aronson).
Persepsi merupakan suatu proses yang
dimulai dari penglihatan hingga terbentuk tanggapan yang terjadi dalam diri
individu sehingga individu sadar akan segala sesuatu dalam lingkungannya
melalui indera-indera yang dimilikinya.
Faktor-faktor yang memengaruhi
persepsi
Faktor-faktor yang memengaruhi
persepsi bisa terletak dalam diri pembentuk persepsi, dalam diri objek atau
target yang diartikan, atau dalam konteks situasi di mana persepsi tersebut
dibuat.[1] a.Asumsi Yang Didasarkan Pada
Pengalaman Masa Lalu dan Persepsi Persepsi yang dipengaruhi oleh asumsi – asumsi
yang didasarkan pada pengalaman masa lalu dikemukakan oleh sekelompok peneliti
yang berasal dari Universitas Princenton seperti Adelbert Ames, Jr, Hadley
Cantril, Edward Engels, William H. Ittelson dan Adelbert Amer, Jr. Mereka
mengemukakan konsep yang disebut dengan pandangan transaksional (transactional
view). Konsep ini pada dasarnya menjelaskan bahwa pengamat dan dunia sekitar
merupakan partisipan aktif dalam tindakan persepsi. Para pemikir transaksional
telah mengembangkan sejumlah bukti yang meyakinkan bahwa persepsi didasarkan
pada asumsi. Salah satu yang paling menonjol, yang ditemukan oleh Adelbert
Amer, Jr., disebut monocular distorted room. “Ruangan dibangun sedemikian rupa
sehingga dinding belakang berbentuk trapesium, dimana jarak vertikal ke atas
dan ke bawah pada sisi kiri dinding lebih panjang daripada jarak vertikal ke
atas dan ke bawah pada sisi kanan dinding. Dinding belakang terletak pada suatu
sudut, sehingga sisi kiri terlihat lebih jauh ke belakang dari pada sisi kanan.
Jika seorang pengamat berdiri di depan ruangan dan mengamati melalui sebuah
lubang kecil, maka ruangan akan terlihat seperti sebuah ruangan yang benar –
benar membentuk empat persegi panjang. Jika dua orang berjalan melalui ruangan
dan berdiri pada sudut belakang, maka sesuatu yang menarik akan terjadi. Bagi
si pengamat yang melihat melalui sebuah lubang, salah satu orang yang berada di
sisi kanan akan terlihat sangat besar karena orang ini berada lebih dekat
dengan si pengamat dan memenuhi keseluruhan ruangan antara lantai dan langit –
langit. Sedangkan orang yang berada di sisi kiri akan terlihat sangat kecil
karena berada jauh dari si pengamat. Ilusi ini terjadi karena pikiran si
pengamat mengasumsikan bahwa dinding belakang parallel dengan dinding depan
ruangan. Asumsi ini berdasarkan pengalaman terdahulu yang menggunakan ruangan –
ruangan lain yang mirip. Ilusi ini akan semakin kuat apabila dua orang yang
berada di sudut yang berbeda tersebut saling bertukar tempat, maka salah satu
akan terlihat lebih besar dan yang satunya lagi terlihat lebih kecil tepat di
depan mata si pengamat.
Jenis-jenis persepsi
Proses pemahaman terhadap rangsang
atau stimulus
yang diperoleh oleh indera menyebabkan persepsi terbagi
menjadi beberapa jenis.
Persepsi visual
Persepsi visual didapatkan dari indera penglihatan.
Persepsi ini adalah persepsi yang paling awal berkembang pada bayi, dan
mempengaruhi bayi
dan balita
untuk memahami dunianya. Persepsi visual merupakan topik utama dari
bahasan persepsi secara umum, sekaligus persepsi yang biasanya paling sering
dibicarakan dalam konteks sehari-hari.
Persepsi auditori
Persepsi perabaan
Persepsi penciuman
Persepsi pengecapan
Diri, Konsep
Diri dan Faktor Pembentuk Konsep Diri
Diri merupakan
suatu organisasi dari aspek-aspek yang saling berkaitan, yang membentuk suatu
struktur kepunyaan dengan segala sejalanya. Aspek yang terdapat dalam diri
saling berkaitan dan saling melengkapi untuk dapat mengkondisikan diri itu
sendiri. Aspak-aspek tersebut yaitu aspek fisik dan aspek psikis, dengan segala
komponennya yaitu emosi, psikososial, mental, pola pikir, dan komponen yang
lain. Diri merupakan sesuatu yang dapat dilihat melalui panca indra yaitu mata.
Diri yang dapat dilihat inilah merupakan aspek fisik yang ada dalam diri.
Konsep Diri
Konsep diri dapat didefinisikan
secara umum sebagai keyakinan, pandangan atau penilaian seseorang terhadap
dirinya. Menurut Rogers konsep diri merupakan konseptual yang terorganisasi dan
konsisten yang terdiri dari persepsi-persepsi tentang sifat-sifat dari ’diri
subjek’ atau ’diri objek’ dan persepsi-persepsi tentang hubungan-hubungan antar
’diri subjek’ diri objek’ dengan orang lain dan dengan berbagai aspek kehidupan
beserta nilai-nilai yang melekat pada persepsi-perseepsi ini (Lindzey &
Hall, 1993;201).
Jika manusia mempersepsikan dirinya,
bereaksi terhadap dirinya, memberi arti dan penilaian serta membentuk abstraksi
pada dirinya sendiri, hal ini menunjukan suatu kesadaran diri dan kemampuan
untuk keluar dari dirinya untuk melihat dirinya sebaimana ia lakukan terhadap
objek-objek lain. Diri yang dilihat, dihayati, dialami ini disebut sebagai
konsep diri (Fitts, dalam Agustiani, 2006:139).
Menurut Hurlock (1978:237),
pemahaman atau gambaran seseorang mengenai dirinya dapat dilihat dari dua
aspek, yaitu aspek fisik dan aspek psikologis. Gambaran fisik diri menurut
Hurlock, terjadi dari konsep yang dimiliki individu tentang penampilannya,
kesesuaian dengan seksnya, arti penting tubuhnya dalam hubungan dengan
perilakunya, dan gengsi yang diberikan tubuhnya di mata orang lain. Sedangkan
gambaran psikis diri atau psikologis terdiri dari konsep individu tentang
kemampuan dan ketidakmampuannya, harga dirinya dan hubungannya dengan orang
lain.
Pembentukan Konsep Diri
Konsep diri tidak dibawa sejak lahir
tetapi secara bertahap sedikit demi sedikit timbul sejalan dengan
berkembangnya kemampuan persepsi individu. Konsep diri manusia terbentuk
melalui proses belajar sejak masa pertumbuhan seseorang dari kecil hingga
dewasa. Bayi yang baru lahir tidak memiliki konsep diri karena mereka tidak
dapat membedakan antara dirinya dengan lingkungannya. Menurut Allport (dalam
Skripsi Darmayekti, 2006:21) bayi yang baru lahir tidak mengetahuui tentang
dirinya.
Rahmat (2000: 100), menjelaskan
bahwa konsep diri bukan hanya sekedar gambaran deskriptif, tapi juga penilaian
diri anda tentang diri anda. Jadi konsep diri meliputi apa yang anda pikirkan
dan apa yang anda rasakan tentang diri anda. Adanya proses perkembangan konsep
diri menunjukan bahwa konsep diri seseorang tidak langsung dan menetap, tetapi
merupakan suatu keadaan yang mempunyai proses pembentukan dan masih dapat
berubah.
Faktor-faktor Pembentukan Konsep
Diri
Ada beberapa faktor yang
mempengaruhi pembentukan dan perkembangan konsep diri, antara lain:
a. Usia
Konsep diri terbentuk seiring dengan bertambahnya usia, dimana perbedaan ini lebih banyak berhubungan dengan tugas-tugas perkembangan. Pada masa kanak-kanak, konsep diri seseorang menyangkut hal-hal disekitar diri dan keluarganya. Pada masa remaja, konsep diri sangat dipengaruhi oleh teman sebaya dan orang yang dipujanya. Sedangkan remaja yang kematangannya terlambat, yang diperlakukan seperti anak-anak, merasa tidak dipahami sehingga cenderung berperilaku kurang dapat menyesuaikan diri. Sedangkan masa dewasa konsep dirinya sangat dipengaruhi oleh status sosial dan pekerjaan, dan pada usia tua konsep dirinya lebih banyak dipengaruhi oleh keadaan fisik, perubahan mental maupun sosial (Syaiful, 2008).
Konsep diri terbentuk seiring dengan bertambahnya usia, dimana perbedaan ini lebih banyak berhubungan dengan tugas-tugas perkembangan. Pada masa kanak-kanak, konsep diri seseorang menyangkut hal-hal disekitar diri dan keluarganya. Pada masa remaja, konsep diri sangat dipengaruhi oleh teman sebaya dan orang yang dipujanya. Sedangkan remaja yang kematangannya terlambat, yang diperlakukan seperti anak-anak, merasa tidak dipahami sehingga cenderung berperilaku kurang dapat menyesuaikan diri. Sedangkan masa dewasa konsep dirinya sangat dipengaruhi oleh status sosial dan pekerjaan, dan pada usia tua konsep dirinya lebih banyak dipengaruhi oleh keadaan fisik, perubahan mental maupun sosial (Syaiful, 2008).
b. Inteligensi
Inteligensi mempengaruhi penyesuaian diri seseorang terhadap lingkungannya, orang lain dan dirinya sendiri. Semakin tinggi taraf intreligensinya semakain baik penyesuaian dirinya dan lebih mampu bereaksi terhadap rangsangan lingkungan atau orang lain dengan cara yang dapat diterima. Hal ini jelas akan meningkatkan konsep dirinya, demikian pula sebaliknya (Syaiful, 2008).
Inteligensi mempengaruhi penyesuaian diri seseorang terhadap lingkungannya, orang lain dan dirinya sendiri. Semakin tinggi taraf intreligensinya semakain baik penyesuaian dirinya dan lebih mampu bereaksi terhadap rangsangan lingkungan atau orang lain dengan cara yang dapat diterima. Hal ini jelas akan meningkatkan konsep dirinya, demikian pula sebaliknya (Syaiful, 2008).
c. Pendidikan
Seseorang yang mempunyai tingkat pendidikan yang tinggi akan meningkatkan prestisenya. Jika prestisenya meningkat maka konsep dirinya akan berubah (Syaiful, 2008).
Seseorang yang mempunyai tingkat pendidikan yang tinggi akan meningkatkan prestisenya. Jika prestisenya meningkat maka konsep dirinya akan berubah (Syaiful, 2008).
d. Status Sosial
Ekonomi
Status sosial seseorang mempengaruhi bagaimana penerimaan orang lain terhadap dirinya. Penerimaan lingkungan dapat mempengaruhi konsep diri seseorang. Penerimaan lingkungan terhadap seseorang cenderung didasarkan pada status sosial ekonominya. Maka dapat dikatakan individu yang status sosialnya tinggi akan mempunyai konsep diri yang lebih positif dibandingkan individu yang status sosialnya rendah.
Status sosial seseorang mempengaruhi bagaimana penerimaan orang lain terhadap dirinya. Penerimaan lingkungan dapat mempengaruhi konsep diri seseorang. Penerimaan lingkungan terhadap seseorang cenderung didasarkan pada status sosial ekonominya. Maka dapat dikatakan individu yang status sosialnya tinggi akan mempunyai konsep diri yang lebih positif dibandingkan individu yang status sosialnya rendah.
Hal ini didukung oleh penelitian
Rosenberg terhadap anak-anak dari ekonomi sosial tinggi menunjukkan bahwa
mereka memiliki konsep diri yang tinggi dibandingkan dengan anak-anak yang
berasal dari status ekonomi rendah. Hasilnya adalah 51 % anak dari ekonomi
tinggi mempunyai konsep diri yang tinggi. Dan hanya 38 % anak dari tingkat
ekonomi rendah memiliki tingkat konsep diri yang tinggi (dalam Skripsi
Darmayekti, 2006:21).
e. Hubungan
Keluarga
Seseorang yang mempunyai hubungan yang erat dengan seorang anggota keluarga akan mengidentifikasikan diri dengan orang lain dan ingin mengembangkan pola kepribadian yang sama. Bila tokoh ini sesama jenis, maka akan tergolong untuk mengembangkan konsep diri yang layak untuk jenis seksnya.
Seseorang yang mempunyai hubungan yang erat dengan seorang anggota keluarga akan mengidentifikasikan diri dengan orang lain dan ingin mengembangkan pola kepribadian yang sama. Bila tokoh ini sesama jenis, maka akan tergolong untuk mengembangkan konsep diri yang layak untuk jenis seksnya.
f. Orang Lain
Kita mengenal diri kita dengan mengenal orang lain terlebih dahulu. Bagaimana anda mengenal diri saya, akan membentuk konsep diri saya. Sullivan (dalam Rakhmat, 2005:101) menjelaskan bahwa individu diterima orang lain, dihormati dan disenangi karena keadaan dirinya, individu akan cenderung bersikap menghormati dan menerima dirinya. Sebaliknya, bila orang lain selalu meremehkan dirinya, menyalahkan dan menolaknya, ia akan cenderung tidak akan menyenangi dirinya. Miyamoto dan Dornbusch (dalam Rakhmat, 2005:101) mencoba mengkorelasikan penilaian orang lain terhadap dirinya sendiri dengan skala lima angka dari yang palin jelek sampai yang paling baik. Yang dinilai adalah kecerdasan, kepercayaan diri, daya tarik fisik, dan kesukaan orang lain terhadap dirinya. Dengan skala yang sama mereka juga menilai orang lain. Ternyata, orang-orang yang dinilai baik oleh orang lain, cenderung memberikan skor yang tinggi juga dalam menilai dirinya. Artinya, harga diri sesuai dengan penilaian orang lain terhadap dirinya.
Kita mengenal diri kita dengan mengenal orang lain terlebih dahulu. Bagaimana anda mengenal diri saya, akan membentuk konsep diri saya. Sullivan (dalam Rakhmat, 2005:101) menjelaskan bahwa individu diterima orang lain, dihormati dan disenangi karena keadaan dirinya, individu akan cenderung bersikap menghormati dan menerima dirinya. Sebaliknya, bila orang lain selalu meremehkan dirinya, menyalahkan dan menolaknya, ia akan cenderung tidak akan menyenangi dirinya. Miyamoto dan Dornbusch (dalam Rakhmat, 2005:101) mencoba mengkorelasikan penilaian orang lain terhadap dirinya sendiri dengan skala lima angka dari yang palin jelek sampai yang paling baik. Yang dinilai adalah kecerdasan, kepercayaan diri, daya tarik fisik, dan kesukaan orang lain terhadap dirinya. Dengan skala yang sama mereka juga menilai orang lain. Ternyata, orang-orang yang dinilai baik oleh orang lain, cenderung memberikan skor yang tinggi juga dalam menilai dirinya. Artinya, harga diri sesuai dengan penilaian orang lain terhadap dirinya.
g. Kelompok Rujukan
(Reference Group)
Yaitu kelompok yang secara emosional mengikat individu, dan berpengaruh terhadap perkembangan konsep dirinya.
Yaitu kelompok yang secara emosional mengikat individu, dan berpengaruh terhadap perkembangan konsep dirinya.
No comments:
Post a Comment